Rabu, 12 Oktober 2011

MAKALAH DOKUMENTASI KEPERAWATAN PADA TATANAN KRITIS

MAKALAH DOKUMENTASI KEPERAWATAN
PADA TATANAN KRITIS






Di susun oleh :
Dian Lingga Pangestu
10.054




Tingkat II B

Akademi Keperawatan Yakpermas Banyumas
Jl. Raya Jompo Kulon, Sokaraja Banyumas
2010/2011



KATA PENGANTAR
                                                                                          
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atau segala Rakhmat    dan Hidayah Nya yang telah di berikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Dokumentasi Keperawatan Pada Pasien Kritis’’.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moril maupun material . Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada teman –teman satu kelompok yang  bekerja sama dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan hal tersebut sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyusun makalah selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.




Sokaraja,   Oktober  2011


Penulis









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 4
A.    Latar Belakang........................................................................................................ 4
B.     Tujuan..................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 5
BAB II PENUTUP.................................................................................................. 15
A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 15
B.     Saran ...................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA                                                                                               















BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dapat dipercaya sebagai bukti kewenangan individu ( Edelstein 1990 ).
Setiap perawat selesai melakukan proses keperawatan, perawat harus segera melakukan pendokumentasian. Asuhan keperawatan harus dilaksanakan sesuai standard keperawatan, yaitu proses keperawatan, agar klien mendapatkan pelayanan/asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan proses keperawatan adalah metode sistematis yang mengarahkan klien dan perawat untuk bersama-sama menetapkan kebutuhan terhadap asuhan, merencanakan dan melaksanakan asuhan, serta mengevaluasi hasil asuhan.
Oleh karena itu, Standard praktik keperawatan ditetapkan dengan mengacu pada proses keperawatan meliputi: Standard I : Dokumentasi Pengkajian keperawatan, Standard II : Dokumentasi Diagnosa keperawatan, Standard III : Dokumentasi Perencanaan Keperawatan, Standard IV : Dokumentasi Implementasi, Standard V : Dokumentasi Evaluasi.
  

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang dokumentasi pada tatanan keperwatan kritis.
2.      Tujuan khusus
a.   Mahasiswa mampu mengetahui mengenai kondisi pada keperawatan kritis.
b.   Mahasiswa mampu mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dalam keperawatan kritis










BAB II
ISI



DOKUMENTASI PERAWATAN KRITIS

            American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respons manusia terhadap penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam kehidupan (AACN, 1989). Lingkup praktik asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk pemberian perawatan.
            Pasien yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima asuhan keperawatan intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki rentang dari pasien yang memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi sampai pasien dengan kegagalan fungsi multisistem yang memerlukan intervensi untuk mendukung fungsi hidup yang mendasar. Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan perawat – pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat dapat merawat tiga pasien dan, terkadang seorang pasien memerlukan bantuan lebih dari satu orang perawat untuk dapat bertahan hidup. Dukungan dan pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut membutuhkan suatu lingkungan yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan diatur sedemikian rupa sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat. Lingkungan keperawatan kritis memiliki sifat teknis yang tinggi.
            Tantangan dokumentasi di area keperawatan berkaitan dengan intensitas asuhan keperawatan, kinerja yang berulang sangat tinggi, tugas-tugas teknik dengan interval waktu yang sangat dekat. Dan masalah pasien yang kompleks. Dokumentasi yang tepat waktu, komprehensif, dan bermakna merupakan tantangan, sekalipun bagi perawat keperawatan kriti yang paling kompeten dan berpengalaman.
            Sementara keuntungan rekam medis yang terkomputerisasi dan pencatatan otomatis disamping tempat tidur untuk lingkungan keperawatan kritis sudah dapat diketahui, namun hampir seluruh sistem dokumentasi yang sekarang digunakan di lingkungan ini terdiri dari rekam medis manual. Komputer yang terhubung dengan peralatan di samping tempat tidur dapat memberikan data yang kontinu. Hal tersebut juga membantu dalam pengobatan pasien kerena hanya membutuhkan sedikit interensi fisik oleh perawat. Sebagai contoh: para peneliti sudah membuat sistem loop terbuka yang menghubungkan pompa infus dengan monitor di samping tempat tidur. Sistem tersebut secara otomatis mengalirkan dosis secara tepat obat vasoaktif sesuai dengan hasil pengukuran tekanan darah. Perhitungan baik yang sederhana maupun yang kompleks diselesaikan dengan cepat. Hasil tes laboratorium dan informasi penting lainnya siap tersedia di samping tempat tidur, yang menghilangkan keperluan perawat untuk menari bagian-bagian informasi penting dalam pengambilan keputusan lebih lanjut. Selain keuntungan tersebut, sistem informasi keperawatan kritis yang terkomputerisasi belum banyak diterima,, mungkin karena biaya yang harus dikeluarkan untuk sistem tersebut. (Biayanya mancakup biaya perangkat keras dan dukungan teknik berkelanjutan yang diperlukan untuk memelihara sistem tersebut).
            Pengenalan mikroprosesor pada tahun 1970-an menimbilkan ledakan penggunaan alat-alat yang berbasis komputer sampai tahun 1990-an. Alat-alat ini juga memengaruhi lingkungan keperawatan kritis dan dokumentasi pemberian perawatan. Seni dari sistem pemantauan pasien yang terkomputrisasi dan alat-alat lain penyelamat kehidupan, seperti defibrilator eksternal, memiliki kapasitas untuk menangkap, merekam, dan menyimpan data tanda vital pasien dan peristiwa signifikan lainnya. Oleh karena itu perawat sering mengandalkan sistem tersebut, terutama sistem pemantau di samping tempat tidur pasien, untuk mengukur tanda vital yang sangat diperlukan dalam perawatan aktif pasien yang sangat tidak stabil. Pada kasus ini perawat akan mendokumentasikan secara retrospektif berdasarkan informasi yang dicatat dan disimpan oleh alat tersebut. Perawat sering menggunakan hasil cetakannya sebagai lampiran pencatatan lembar alur. Hasilnya, tinjauan dokumentasi keperawatan meliputi campuran antara rekam medis manual dan terkomputerisasi.

LEMBAR ALUR DI SAMPING TEMPAT TIDUR
            Lembar alur merupakan dasar dokumentasi keperawatan kritis. Lembar alur yang dibuat dengan baik dan komprehensif mengkomunikasikan dan mencerminkan standar perawatan populasi pasien utama yang dilayani oleh unit. Data harus diatur sedemikian rupa sehingga pengkajian dan intervensi rutin dapat ditentukan sebelumnya dan perawat diminta untuk memastikan bahwa dokumentasinya lengkap dan mencakup semua area penting intervensi keperawatan. Tergantung dari populasi pasien yang dilayani, petunjuk tersebut bisa bervariasi; misalnya, lembar alur unit perawatan intensif kardiovaskular (cardiovascular intensif care unit, CVICU) memiliki berbagai parameter pengkajian khusus yang mengarahkan perawat untuk mendokumentasikan kualitas dan jumlah drainase selang dada pada setiap jam, sedangkan catatan unit perawatan koroner (coronary care unit, CCU) tidak menspesifikkan hal ini karena pasien dengan infark miokard akut tidak secara rutin memakai selang dada. Proses aktual untuk merancang lembar alur tidak dibahas dalam diskusi ini, tetapi kotak di bawah ini dapat mencantumkan sumber-sumber informasi yang dapat membantu pembuatan lembar alur.
Informasi-informasi yang dapat dipertimbangkan ketika akan membuat alur keperawatan kritis
·         Dokumentasi standar American Nurses Association (ANA) dan AACN
·         Standar perawatan spesifik, seperti yang didefinisikan oleh organisasi spesialis dan literatur terbaru
·         Pertimbangan peralatan (msl. Kalibrasi, pengesetan alarm dan kewaspadaan, pengesetan fungsi)
·         Kebijakan dan prosedur unit
·         Masalah keselamatan pasien yang utama (msl. Restrein, protokol perawatan kulit, pengkajian nutrisi)
·         Data klinis (msl. Asupan dan haluaran, tanda vital, pengkajian, AGD, pemberian obat dan IV)
·         Hasil tes laboratorium dan informasi departemen penting lainnya

            Rancangan lembar alur dapat bervariasi sesuai dengan organisasi yang membuatnya. Beberapa organisasi membuat format terbuka seperti peta jalan; misalnya, sebuah lembar alur berukuran empat kali lembar kertas ukuran 21,59 x 27,94 cm yang dilipat keluar menjadi 81,28 x 27,94 cm, tetapi terdiri dari 8 sisi. Bentuk landscape menampilkan informasi yang mengisi ruang  lembaran sehingga semua parametr yang signifikan dapat dilihat pada catatan intervensi. Organisasi lain lebih memilih untuk menyimpan halaman informasinya dalam bentuk potrait. Halaman tersebut juga dapat dilipat untuk mendapatkan dokumen yang padat. Tanpa memikirkan bentuk format, informasi seperti tanda vital, pemberian obat, data laboratorium, dan pengkajian kontinu lainnya serta informasi intervensi, umumnya ditempatkan dengan sangat jelas. Rutinitas lainnya atau informasi ‘skenario’, seperti intervensi keperawatan atau pengkajian seluruh tubuh, akan tersimpan lebih strategis dalam format tersebut. Kolom waktu umumnya dikosongkan, yang memungkinkan perawat untuk merancang sendiri frekunsi pengukuran tanda vital atau kejadian lainnya berdasarkan status pasien. Hasilnya, satu format atau kumpulan banyak format dapat mewakili dokumentasi periode 24 jam. Pencatatan tepat waktu ini dilakukan untuk menceritakan semua kejadian dalam waktu tersebut, dan berlawanan dengan catatan sistem blok, yang umumnya digunakan dalam catatan naratif sebagai bagian dari deskripsi, atau gambaran umum kondisi pasien selama periode waktu tertentu.
            Tujuan lembar alur adalah memberikan catatan status pasien yang berkelanjutan dan kontinu. Hal ini berarti terjadi peningkatan rentang dari beberapa menit sampai sekali setiap jam. Tetapi, perawat harus ingat bahwa lembar alur hanya selembar gambaran total dokumentasi proses keperawatan, yang digunakan untuk membantu catatan perkembangan dan lembaran dokumentasi lain untuk menggambarkan secara lengkap pemberian pelayanan keperawaan kepada klien. Dokumentasi harus mencakup perhatian semua aspek proses keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Dokumentasi respons, perkembangan atau perburukan pasien serta hasil yang sudah dicapai pasien juga merupakan bagian yang diperlukan dari dokumentasi.


MASALAH DOKUMENTASI DI AREA KEPERAWATAN KRITIS
Pencatatan Observasi Pasif
Ketika menggunakan lembar alur, perawat harus mengisinya dengan lengkap untuk memberikan informasi yang komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan status klinis pasien dan intervensi aktif. Meskipun perawat yang sudah berpengalaman mengetahui dengan baik penggunaan dokumentasi lembar alur, perawat tersebut harus menyadari adanya dua perangkap dalam penggunaanya yaitu pencatatan yang sembarangan dan terlalu bergantung pada lembar alur.
Pencatatan yang Sembarangan
Pencatatan sembarangan didefinisikan sebagai mengikuti begitu saja (apa yang sudah dilakukan perawat sebelumnya) mengenai pemeriksaan parameter tertentu. Sebagai contoh, ketika melakukan pengkajian dari kepala hingga kaki dengan lembar alu, perawat dinas malam memberi tanda centang pada kotak yang tersedia dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh perawat jam dinas sebelumnya. Kemudian perawat akan menggunakan catatan perawat atau data per jam untuk mencatat informasi pengkajian aktual (spesifik), yang menimbulkan ketidakocokan jika kondisi pasien mengalami perubahan atau terjadi ketdak konsistennan dalam tingkat aktual pemberian perawatan. Karena pencatatan merupakan dokumen legal,maka semua area harus mencerminkan perawatan aktual yang diberikan kepada pasien. Jenis kedua catatan yang sembarangan terjadi ketika perawat mengabaikan seluruh pengkajian pracetak dan mendokumentasikan dalam catatan perawat “Pengkajian sama dengan yang dicatat sebelumnya”.
Ketergantungan terhadap Lembar Alur
Kesalahan lain yang sering dilakukan perawat ketika menggunakan lembar alur adalah bahwa mereka cenderung bergantung pada lembar alur untuk menggambarkan seluruh jalannya pemberian perawatan. Oleh sebab itu, lembar alur menjadi satu-satunya alat untuk mendokumentasikan perawatan. Selain observasi yang ia lakukan, perawat diminta untuk mengevaluasi dan mendokumentasikan respons pasien terhadap pemberian perawatan. Jika terlalu bergantung pada lembar alur, perawatakan mengabaikan pencatatan respons pasien dalam catatan perawat, yang dokumentasinya hanya berisi pengobatan dan pengkajian.


SUMBER-SUMBER LIABILITAS
            Vieira (1997) mencatat bahwa dalam tinjauan liabilitas profesional suatu dasar perusahaan asuransi, tuntutan yang banyak diidentifikasi selalu melibatkan masalah dokumentasi (tentang tidak cukupnya atau kurangnya dokumentasi). Ia menjelaskan kasus berikut sebagai contoh kurangnya pendokumentasian:
            Seorang pria berusia 56 tahun masuk ke unit perawatan intensif pembedahan (surgical intensive care unit, SICU) setelah pneumonektomi. Catatan perkembangan berisi catatan penerimaan perawat terhadap pasien di unit tersebut. Lembar alur mengindikasikan telah terjadi disstres pernapasan selama 5 hari, dilakukan ektubasi dan reintubasi, serta terjadi perubahan yang kontinu pada kecepatan ventilator, volume, dan konsentrasi oksigen. Meskipun lembar alur berisi data objektif dan subjektif, tidak ada satupun dokumentasi yang dibuat oleh dokter maupun perawat dalam catatan perkembangan selama 11 hari tentang rasional penatalaksanaan ventilator pasien. Pasien eninggal dan keluarga berhasil mengajukan tuntutan pada pemberi pelayanan kesehatan dan rumah sakit. (Vieira, 1997)
            Bagian ini mendiskusikan masalah dokumentasi yang sering memengaruhi pembelaan diri perawat ICU dalam kasusu tuntutan hukum. Sumber liabilitas meliputi hal-hal berikut:
1. Pengabaian pemikiran kritis
2. Evaluasi status pasien yang tidak adekuat

·         3. Hilangnya atau tidak lengkapnya dokumentasi perubahan kondisi pasien sebelum henti napas/henti jantung dan resusitasi
·         4. Dokumentasi tentang pemberitahuan kepada dokter berkaitan dengan perubahan kondisi pasien.

Pengabaian Pemikiran Kritis
            “Pemikiran kritis membentuk landasan untuk dokumentasi yang berkualitas” (Chase, 1997). Pemikiran kritis membutuhkan penggunaan penilaian perawatdi beberapa area, termasuk penilaian awal tentang status pasien, keputusan tentang pemilihan pengobatan, dan evaluasi efektifitas intervensi.
            Jika perawat ICU diharapkan untuk membuat penilaian, kemudian gagal untuk mencatat penilaiannya maka hal tersebut dilihat sebagai pemberian pelayanan yang tidak memenuhi standar perawatan (Chase, 1997). Pencatatan penilaian kritis tersebut mengharuskan perawat melihat data pada lembar alur, yang dokumentasinya hanya observasi pasif. Catatan perkembangan keperawatan sering kali berupa rangkuman informasi yang ada di lembar alur, dinyatakan ulang dalam bentuk naratif. Jika pendokumentasian dilakukan dengan cara ini perawat dapat menghilangkan informasi penting tentang perkembangan pasien dan kehilangan kesempatan untuk menunjukan dampak kontribusi perawat terhadap hasil yang dicapai pasien. Perhatikan catatan perkembangan berikut:
Ekstubasi pada pk. 23.00. tanda vital stabil. Respirasi 20x/menit. Memakai oksigen 3L/menit melalui kanula nasal. Balutan mediastinal dan tungakai bawah kering dan utuh. Monitor menunjukkan NSR dengan PVC. Pacu jantung dimatikan. Selang dada mengeluarkan cairan merah kehitaman. Kateter Foley  mengeluarkan urin berwarna kuning. Selang nasogastrik terpasang di lubang hidung kanan untuk suction rendah. Laporan diberikan pada dokter dan keluarga.
            Dengan pengecualian deskripsi drainase, catatan ini tida memberikan informasi lebih yang dapat ditemukan pada catatan lembar alur. Perawat merawat pasien selama 8 jam dan mencatat data harian pada lembar alur, kemudian menulis catatan ini, yang tidak menjelaskan apakah kondisi pasien mengalami perbaikan atau perburukan atau apa yang sebenarnya dilakukan perawat untuk memengaruhi pencapaian hasil pasien.
            Menurut Chase (1997), strategi yang bermanfaat dalam mempersiapkan catatan bermakna adalah perawat mengidentifikasi apa masalah pasien atau masalah utama yang menjadi fokus asuhan keparawatan. Pada contoh sebelumnya, asuhan keperawatan pasien berfokus pada intervensi untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Spirometer intencive dipasang sekali setiap jam, pasien dianjurkan untuk sering batuk dan napas dalam, dan perawat memastikan pemberian terapi aerosol yang diresepkan. Selain itu perawat mempertahankan aliran udara yang diperkaya oksigen, melakukan pengkajian pernapasan dengan sering, dan memeriksa nilai AGD secara periodik. Semua intervensi dan pengkajian tersebut dapat dilihat semuanya dalam lembar alur, apa yang tidak dapat dicakup dalam lembar alur adalah evaluasi aktual tentang efektivitas intervensi. Perawat harus menggunakan catatan perkembangan keperawatan untuk mendokumentasikan pemikiran kritis, terutama dalam mendeskripsikan respons pasien terhadap intervensi dan membuat penilaian tentang perkembangan pasien; sebagai contoh:
Dilakukan ekstubasi dan dipasang 3 L/menit. Pernapasan teratur 20x/menit dan tidak ada kesulitan dalam bernapas. Pasien mengalami kecemasan ringan segera setelah ekstubasi, yang berkurang setelah dihibur. SaO2 95%-100%. Pemberian periode istirahat antara C & DB dan penggunaan IS. Pasien sadar dan terorientasi terlihat dari bicaranya yang jelas. Pengobatan aerosol dengan RT. Pasien diajarkan untuk membelat dadanya ketika batuk. Mampu batuk dan mengeluarkan sputum. Pasien dapat mempertahankan kepatenan jalan napas dengan pertukaran gas yang baik.
            Catatan ini menunjukkan hubungan antara masalah pasien, intervensi yang diberikan, dan respons pasien, serta menyatakan dengan jelasbahwa pasien bernapas tanpa kesulitan dan menoleransi pelepasan selang ET. Catatan tersebut juga menjelaskan kontribusi unik dari perawat terhadap hasil yang dicapai pasien (mampu bernapas tanpa bentuan).
            Chase (1997)mmemberikan saran-saran tambahan berikut ini untuk memperbaiki dokumentasi pemikiran kritis:
·        1. Berfokus pada masalah utama pasien yang memerlukan asuhan keperawatan.
·         2. Berfikir dari segi maslah pasien yang memerlukan asuhan keperawatan.
·         3. Melaporkan penilaian tentang data.
·         4. Memasukkan respons pasien terhadap intervensi keperawatan.
·         5. Mendokumentasikan hasil yang dicapai pasien.
·         6. Memasukkan pemikiran prediktif tentang parawatan.

Evaluasi Status Pasien yang Tidak Adekuat
            Mayberry dan Croke (1996) menemukan bahwa sekalipin terus dilakukan pendidikan tanggung jawab profesional perawat, namun jumlah perawat yang menjadi tergugat dalam kasus malpraktik tidakmenurun secara signifikan dalam 10 sampai 15 tahun terakhir. Dalam tinjauan mereka tentang ringkasan 200 kasus meliputi perawat yang terkena tuntutan, merek mengidentifikasi beberapa ketegori utama masalah yang menjadi dasar berbagai tuntutan hukum. Salah satu kategori ini adalah kegagalan melakukan dokumentasi, termasuk kegagalan mendokumentasikan perkembangan pasien dan responsnya terhadap pengobatan.
            Selain itu memastikan bahwa perawat mendokumentasikan secara akurat semua perawatan yang diberikan, praktik penilaian pendokumentasian keperawatan memberikan evaluasi yang kontinu terhadap perkembangan atau perburukan pasien dan membantu menjelaskan rasional untuk setiap pengobatan atau intervensi yang dilakukan. Perawat ICU sering kali harus merawat pasien yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya. Membaca banyak lembar alur merupakan tidakan yang menghabiskan waktu, dan merupakan hal yang tidak realistik mengharapkan perawat dapat melakukannya sebelum merawat setiap pasien. Laporan verbal dan lembar ringkasan berusaha memberikan tinjauan informasi yang diperlukan untuk perawatan yang berkelanjutan kepada pasien. Selain perawat harus memfomulasikan penilaianya  ketika mengevaluasi status pasien, Chase (1997) juga menyarankan agar perawat mengantisipasi jalannya perawatan yang kontinu, memberi petunjuk ke arah pencapaian hasil dalam bentuk pikiran prediktif yang didokumentasikan dalam catatan perawat. Dengan cara ini perawat berkomunikasi dengan memberi sebuah petunjuk tentang hubungan antara masalah pasien yang terbaru, intervensi yang efektif, dan saran tentang petunjuk perawatan di masa yang akan datang guna mencapai hasil yang diinginkan. Perhatikan contoh catatan perkembangan yang pernah didiskusikan sebelumnya. Tambahan pikiran prediktif memberi arahan pada berbagai asuhan keperawatan di masa yang akan datang dan meningkatkan kontinuitas perawatan bagi pasien, seperti yang terlihat pada contoh berikut:
Ekstubasi dan dipasang dengan kanula nasal  3 L/menit. Pernapasan teratur 20x/menit dan tidak ada kesulitan bernapas. Pasien mengalami kecemasan ringan setelah ekstubasi, yang berkurang setelah dihibur. SaO2  95%-100%. Pemberian periode istirahat antara C & DB dan penggunaan IS. Pasien sadar dan terorientasi terlihat dari bicaranya yang jelas. Pengobatan aerosol dengan RT. Pasien diajarkan untuk membelat dadanya ketika batuk. Mampu batuk dan mengeluarkan sputum. Pasien dapat mempertahankan kepatenan jalan napas dengan pertukaran gas yang baik. Anjurkan untuk melanjutkan rencana perawatan ini dan pertimbangkan periode istirahat yang lebih lama sampai bunyi napas membaik.
            Strategi ini yang mendorong perawat untuk tidak pasif, tentang dokumentasi lembar alur yang “berdasarkan observasi”, berguna untuk mengkomunikasikan pengkajian yang kontinu terhadap status pasien dan memberikan informasi berharga tentang perkembangan atau perburukan pasien. Perawat harus menggunakan strategi dokumentasi ini untuk memverifikasi bahwa sudah dilakukan pemantauan yang kontinu terhadap kondisi pasien secara menyeluruh.

Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien: Henti Napas/Jantung dan Resusitasi
            Dokumentasi henti napas/jantung dan upaya resusitasi menjadi tantangan tersendiri bagi perawat ICU. Beberapa situasi henti napas/jantung berhasil diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk, namun ada juga yang tidak berhasil. Perawat harus dapat memisah-misahkan penyebab henti napas/jantung pada saat itu dan mengambil tindakan yang tepat. Dukungan yang diberikan organisasi pada perawat yang berupaya meresusitasi pasien dapat bervariasi. Pada organisasi besar, tim perawat dan dokter yang terstruktur daat memberikan respons, sedangkan organisasi lainnya, perawat mendapat dukungan dari staf unit sesuai dengan protokol standar tertulis. Tantangan mendokumentasikan kejadian ini adalah bahwa pendokumentasian tersebut mengharuskan perawat untuk menuliskan secara sangat spesifik detail urutan peristiwa yang sangat cepat dalam situasi yang sangat menimbulkan tekanan, terutama jika tidak diantisipasi.
            Keadaan henti napas/jantung yang tidak diharapkan di area perawatan kritis umumnya ditandai dengan alarm. Setiap bagian alat yang dipasangkan ke pasien disertai dengan alarm. Perawat yang berpengalaman mampu membedakan alarm yang memerlukan penanganan segera, seperti ventilator atau monitor jantung, dan yang tidak memerlukan penanganan segera. Sistem pemantauan EKG yang csnggih mengeluarkan bunyi berbeda untuk berbagai tingkat situasi bahaya, yang membantu perawat untuk membedakan adanya potensi disritmia jantung yang mematikan.
            Banyak lembar alur perawatan kritis yang bagian intervensi keperawatannya berisi tentang dokumentasi status alarm yang memberi isyarat pada perawat, bahwa tidak hanya mendokumentasikan masalah yang sangat penting, tetapi juga untuk memastikan bahwa semua parameter alarm sudah diset dengan tepat untuk pasien tersebut dan alarm diset dalam posisi “menyala”. Meskipun alarm sudah diaktifkan, seorang perawat harus tetap hadir untuk memberi respons terhadap sinyal. Kasus berikut ini menggambarkan pentingnya perawat menemukan orang lain untuk menutupi tanggung jawabnya karena tidak berada di tempat untuk berespons terhadap alarm:
Seorang wanita lajang dari Texas berusia 41 tahun dirawat karena infeksi abdomen yang parah. Selama pembedahan ia menjadi tergantung pada ventilator. Ia dipindahkan ke SICU, tempat selang ventilatornya terlepas. Perawat SICU diduga mengabaikan pasien dan meninggalkan SICU tanpa meminta orang lain untuk mengatasi hal tersebut. Lebih jauh lagi, diduga di stasiun pemantau off site juga tidak ada staf yang menunggu. Residen tergugat diduga sedang duduk di lorong unit ketika alarm ventilator, EKG, dan CVP mati. Diperkirakan alarm tersebut hidup selama 8 menit sebelum terjadi respons. Pasien berakhir dalam keadaan vegetatif akibat anoksik ensefalopati total. Ia berada dalam keadaan ini selama lebih dari 4 tahun sebelum akhirnya meninggal. Orangtua penggugat yakin bahwa selang dan ventilator yang ada di unit tersebut tidak layak pakai, dan mereka menuntut pabriknya di awal proses hukum sebanyak $52.000. Tergugat menyatakan bahwa sindrom distres pernapasan dewasa adalah penyebab kematian pasien tersebut, dan bahwa penggugat tetap tidak akan bertahan hidup, apapun usaha yang mereka lakukan. Rumah sakit dan dokter tergugat terkena tuntutan sebesar $190.000 ditambah surat pembebasan penggugat dari biaya perawatan sebesar $1 juta (Laska, 1997).
            Banyak organisasi yang menyediakan lembar “kode” untuk pendokumentasian upaya resusitasi. Seperti halnya lembar alur, catatan ini juga mengingatkan perawat untuk mendokumentasikan fakta-fakta penting tentang episode spesifik. Karena situasi henti napas/jantung berkaitan dengan perubahan signifikan pada kondisi pasien dan dapat juga berhubungan dengan hasil buruk yang tidak diharapkan, maka merupakan hal yang sangat penting untuk mendokumentasikan secara jelas dan akurat tentang peristiwa tersebut. Pada kenyataanya, dokumentasi peristiwa tersebut teramat penting sehingga organisasi-organisasi akan sering menunjuk kebijakan dan prosedur tentang siapa yang berperan sebagai pencatat. Sebagai contoh, ketika perawat dari Emory University Hospital mengembangkan lembar alur RJP, mereka membuat format tersebut sedemikian rupa sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi dapt didokumentasikan sesuai urutan kronologisnya (Padilla, 1990). Hasil akhir adalah ringkasan peristiwa resusitasi yang jelas, menghilangkan kebutuhan untuk menulis ulang obat dan pengobatan lain serta memfasilitasi evaluasi upaya resusitasi. Organisasi lain menggunakan protokol aktual Advanced Cardiac Life Support (ACLS) untuk membentuk dasar dokumentasi kode mereka (Sander, 1989). Kotak di bawah ini mencantumkan hal-hal penting untuk mendokumentasikan kasus henti jantung/napas dan resusitasi.
Hal-hal penting untuk didokumentasikan pada lembar kode
·         Waktu dan jenis henti napas/jantung (msl. Nadi atau napas tidak ada)
·         Dilakukan RJP
·         Irama jantung di awal dan sesudah pengobatan, defibrilasi dan aplikasi pacu jantung internal
·         Intubasi, terapi oksigen, dan ACD
·         Waktu dan watt defibrilasi, respons pasien terhadap defibrilasi
·         Pengobatan dan IV (msl. Jenis, dosis, waktu, dan nama orang yang memberikannya)
·         Reaksi pupil
·         Anggota tim resusitasi
·         Hasil yang dicapai pasien, termasuk disposisi

            Dokumentasi henti napas/jantung dan upaya resusitasi dibuat pada lembar kode dan strip irama jantung. Lembar alur dan catatan perkembangan perawat harus mencerminkan data pengkajian sebelum dan sesudah kode. Lembar kode, catatan perkembangan, strip irama jantung, dan lembar alur harus mencerminkan pencatatan yang konsisten tentang peristiwa sehingga mencerminkan pemberian perawatan secara akurat. Evaluasi terdiri dari perbandingan data yang didokumentasikan dengan standar perawatan ACLS terbaru. Karena hal ini merupakan masalah klinis yang sangat penting, banyak organisasi yang meiliki sebuah sistem yang setiap henti jantung/napas defaluasi secara formal dan umpan balik diberikan kepada pemberi perawatan berkaitan dengan kinerja dan kepatuhannya terhadap standar perawatan.

Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien : Pemberitahuan kepada Dokter
Pasien diarea perawatan kritis sering kali diperiksa oleh beberapa dokter dalam periode 24 jam. Di rumah sakit pendidika yang besar, dikter magang dan residen memeriksa pasien dibawah pengawasan dokter staf. Dalam organisasi yang tidak memiliki program pendidikan, dokter yang memeriksa umumnya berkonsultasi dengan satu dokter spesialis atau lebih jika pasien memiliki maslah medis yang kompleks. Dengan banyaknya dokter yang merawat pasien, perawat harus mengkoordinasi dan mengorganisasikan implementasi pengobatan yang diresepkan dan memastikan bahwa informasi yang ada dikomunikasikan kedokter yang tepat. Informasi kontinu yang menggambarkan kondisi pasien isampaikan dari orang ke orang (seperti ketika dokter melakukan ronde tambahan) atau via telepon. Masing-masing dan setiap komunikasi dengan dokter harus didokumentasikan baik dalam catatan perkembangan atau dibagian keterangan lembar alur.
Ketika terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi pasien, dokter, terutama yang memeriksa pasien harus dihubungi segera setelah perawat menyelesaikan pengkajian. Di rumah sakit pendidikan yang besar, dokter magang atau residen dapat dihubungi sebagai dokter “on call”. Apakah pemberitahuan dilakukan pada dokter magang, residen, atau dokter yang bertugas, perawat harus mendokumentasikan pemberitahuan tersebut dan mencatat respon dokter terhadap panggilan itu. Kegagalan untuk melaporkan perubahan penting pada dokter atau membiarkan kondisi pasien memburuk karena kelamaan tanpa mendesak dokter untuk memeriksa pasien merupakan tindakan di bawah standar. Ketika bekerja dengan residen atau dokter magang, perawat boleh mendesak residen untuk memberitahu dokter yang bertugas jika perawat beranggapan jika pasien tidak berespon terhadap pengobatan yang dilakukan oleh dokter magang atau residen.
Jika dokter yang bertugas tidak berespon walaupun sudah diberi tahu tentang kondisi pasien, perawat boleh mengulangi penyataan kepada dokter yang lebih tinggi. Jika kondisi pasien terus memburuk, setelah pemberitahuan yang berulang-ulang, perawat harus melaporkan keadaan tersebut ke tingkat rangkaian pemerintah yang lebih tinggi seperti yang sudah diterapkan oleh kebijakan dan prosedur organisasi. Rangkaian pemerintah yang lebih tinggi tersebut antara lain dengan melibatkan penyelia keperawatan (yang memberikan informasi “langkah berikutnya”) atau mungkin dokter yang bertindak sebagai direktur unit keperawatan kritis. Perawat harus mendokumentasikan setiap upaya untuk mendapatkan intervensi dokter. Mandell (1993) menekankan bahwa keterlambatan atau tidak dilakukannya pemberitahuan kepada staf medis yang tepat dapat meningkatkan tingkat ciderasecara signifikan atau membahayakan pasien.
Mandell (1993) menggambarkan kegagalan perawat untuk memberi tahu dokter tentang informasi penting yang berkaitan dengan kondisi pasien merupakan sebuah tindakan kelalaian (perawat bertanggng jawab ats apa yang sudah dilakukannya). Tuntutan atas “ kegagalan bertindak” seringkli menimbulkan dugaan bahwa pasien dirugikan karena hilangnya komunikasi perawat-dokter (Mandell, 1993). Tindkan kelalain ini memiliki berbagai bentuk, termasuk kegagalan perawat untuk memberikan informasi yang relevan kepada dokter; kegagalan menginformasikan secara tepat waktu kepada dokter, atau terjadi kegagalan ketika diindikasikan memanggil dokter.












BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Ketika menggunakan strategi yang sudah disebukan di atas, perawat memberikan dokumentasi yang jelas dan ringkas tentang asuhan keperawatan serta mengurrangi kecenderungan kontroversi yang mungkin muncul karena pencatatan yang tidak sesuai. Merupakan hal yang tidak praktis membawa lembar alur kesana kemari untuk memastikan bahwa semua data sudah dicatat secara akurat dan tepat waktu, maka setiap perawat harus membentuk sebuah sistem untuk mencakup informasi-informasi yang kemudian dapat didokumentasikan dengan jarak waktu yang teratur. Mencatat data sedekat mungkin dengan waktu kejadiannya merupakan tindakan yang bijaksana karena dapat menurunkan kesempatan terjadinya kesalahan atau hilangnya pencatatan berdasarkan “apa yang Anda pikir telah terjadi.” Berikut ini merupakan tips praktis untuk penyelesaian dokumentasi:
1.      Penggunaan lembar alur untuk mencakup dan menyelesaikan semua area.
2.      Menghubungkan aktivitas dengan hasil yang dicapai pasien. Menggunakan catatan naratif untuk menghubungkan masalah pasien dengan intervensi dan hasil. Membuat penilaian tentang perkembangan pasien.
3.      Memastikan bahwa lembar alur dan catatan perkembangan konsisten.
4.      Menyelesaikan lembar kode sesuai dengan yang dirancang oleh organisasi. Mengetahui standar perawatan ACLS yang terbaru.
5.      Mendokumentasikan setiap komunikasi dengan dokter.
B.     SARAN

Diharapkan  materi yang ada dalam  makalah ini dapat diterapkan dalam  prosses keperawatan yang sesungguhnya.


DAFTAR PUSTAKA
Lyer.Patricia W.Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Edisi 3.2004.Jakarta:EGC
Alimul Hidayat, A.aziz.Dokumentasi Proses Keperawatan.2001.Jakarta:EGC